HARIAN SEDERHANA, BOGOR – Peristiwa penyegelan kantor Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal oleh warga yang mengaku sebagai pemilik tanah, H Edyson Muslim, sehingga menyebabkan kericuhan pada Senin (4/1) disikapi serius Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim.
Menurut Dedie, kericuhan itu merupakan bentuk kekecewaan warga atas penyegelan, karena menganggu pelayanan, tetapi pada waktu yang sama segel tersebut juga telah dibuka.
Dedie menuturkan, bahwa krologis awalnya adalah, pemilik lahan telah membuat surat penyerahan Prasarana Sarana Utilitas (PSU) kepada Pemkot Bogor pada 1999 silam. Kemudian tahun 2000 oleh Wali Kota Bogor saat itu ditetapkan sebagai aset pemkot.
Namun seiring berjalannya waktu, pada saat 2004 Edyson mengeluarkan lagi surat yang menyatakan bahwa lahan itu bukan lahan PSU. Menyikapi hal itu dia berpendapat bahwa dalam persoalan tersebut harus melihat hasil putusan Mahkamah Agung (MA) dari permasalahan tanah itu.
"Apa keputusan MA, kalau kemudian pemerintah harus membayar, kami siap bayar, tidak masalah. Tetapi tadi masyarakat marah kenapa harus disegel, kan mengganggu pelayanan. Kalaupun mesti ditutup harus buat pelayanan darurat," kata Dedie, Senin (4/1).
Mantan pejabat KPK itu menegaskan, bila pemkot diwajibkan membayar komoensasi atas lahan itu, pemerintah siap saja asalkan sesuai dengan keputusan MA.
"Saya sudah minta BKAD untuk menyelesaikan masalah itu. Memastikan status lahan tersebut apakah milik pemkot atau bukan. Di tahun 2021 ini kami sedang mengejar target dan meminta kepada BKAD untuk mendata digitalisasi aset berbasis Geographic Information System (GIS)," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta mengatakan bahwa saat ini Tim Kuasa Hukum Pemerintah Kota Bogor masih mempelajari gugatan perkara perdata atas lahan itu, yang saat ini masih dalam tahap mediasi acara menunggu kesimpulan di Pengadilan Negeri (PN) Bogor.
Menurut Alma, proses yang dilakukan oleh pihak penggugat justru dapat dikategorikan perbuatan pidana, dikarenakan menyegel dengan sewenang-wenang fasilitas pelayanan masyarakat berupa gedung pemerintah.
"Jadi jelas, ini perbuatan yang melanggar hukum dan harus diberi konsekuensi karena melakukan tindakan main hakim sendiri, ini negara hukum dan kita semua harus hormati," tuturnya.
Alma menjelaskan, soal bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak penggugat maupun pihaknya sebagai tergugat dengan klaim akan dipastikan keabsahannya saat persidangan nanti.
"Seyogyanya tidak ada tindakan yang terlalu berlebihan yang mengganggu ketertiban umum. Oleh karenanya diharapkan agar penyegelan fasilitas pemerintah segera dibuka dan tidak terjadi lagi," pungkasnya.