HARIAN SEDERHANA, BOGOR – Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tengah mencari solusi untuk menyehatkan kembali Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT).
Namun kata Politisi PAN itu, hingga saat ini, pemerintah masih belum memilih langkah memailitkan perusahaan plat merah itu, karena masih mencari solusi untuk menggandeng pihak ketiga menyehatkan kembali PDJT.
“Sebenarnya sejak beberapa tahun lalu sudah ada pihak ketiga yang tertarik menjalin kerjasama dengan PDJT. Tapi kan kondisi sekarang berbeda, lebih sulit. Tapi kita tetap akan usahakan itu,” kata Bima.
Bima juga mengatakan, bila pihaknya akan memenuhi semua hal yang dibutuhkan dalam rangka menyehatkan PDJT. “Pak Wakil sedang fokus disitu, berkoordinasi bersama dengan anggota dewan untuk membicarakan solusi bagi PDJT, kalau diperlukan audensi-audiensi dan sebagainya saya kira sudah ada, semua tidak ada masalah,” jelasnya.
Bima menegaskan bahwa PDJT sejak 2014 lalu sudah hancur karena gaji karyawan lebih besar daripada pemasukannya. “pengeluaran lebih besar dari penerimaan. Karyawan banyak, fasilitas banyak,” tegasnya.
Atas dasar itu, kata Bima, ketika itu pihaknya sempat membentuk tim penyehatan PDJT. Namun, terlalu berat karena hutang kewajiban terhadap karyawan sangat besar. “Sedangkan nggak mungkin dianggarkan lewat Penyertaan Modal Pemerintah (PMP). Makanya dicari kerjasama dengan pihak ketiga,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Eko Prabowo mengatakan bahwa Kota Bogor akan mendapatkan bantuan BTS dari Kemenhub senilai Rp81 miliar.
“Tapi karena PDJT sedang sakit, mesti diagnosa penyakitnya. Caranya adalah dengan mengubah status badan hukum sebagai dasar mendiagnosa penyakit. Bila dipailitkan akan kurang arif, sebab PDJT adalah bagian dari penataan transportasi Kota Bogor,” ujar Eko.
Dengan adanya bantuan BTS, kata Eko, nantinya tak perlu lagi ada kekhawatiran PDJT akan kembali merugi. Sebab, BOK, keuntungan badan hukum sudah dihitung oleh Kemenhub. Apalagi, rencananya sebanyak lima koridor akan dihidupkan kembali untuk membantu mengurai kepadatan kawasan Puncak.
“Koridor 1,2,3,7 dan 8 akan dihidupkan. Rute tengah kota juga bakal ada dimulai dari Jalan Kapten Muslihat, Dramag hingga Bubulak,” katanya.
Selain itu, pemerintah pusat juga akan membayar feeder-feeder yang ada di koridor tersebut. Selain itu kata dia,
2021 mendatang pihaknya juga akan membeli 10 bus dengan anggaran senilai Rp10 miliar. “Soal mekanismenya apakah pakai tab atau tidak masih dirumuskan,” tandas dia.
Sementara Pejabat Sementara (PJS) Dewan Pengawas PDJT, Agus Suprapto mengatakan bahwa perubahan status PDJT lantaran adanya amanat Undang Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
“Jadi perubahan status PDJT bukan dalam rangka meminta PMP. Perda perubahan status ini hanya untuk penyelenggaraan perusahaan dan menunjukan jenis usaha,” ujar Agus
Menurut dia, mengenai modal bagi PDJT sendiri, perdanya berbeda atau tidak disatukan dalam perda perubahan status. “Untuk PMP kajian investasinya sedang dibuat. Jadi nggak ada kaitannya dengan raperda perumda,” kata Agus.
Agus menjelaskan, mengenai PMP yang dipertanyakan dewan semuanya sudah selesai. “PMP sudah nol. Bahkan, di awal 2011-2015 barang (aset) kita berkurang. Di perda pertama kami dapat 30 bus dan satu truk derek. Sedangkan di perda kedua, lahan kami ditiadakan. Terakhir PMP yang Rp5 miliar itupun selesai. Makanya kami sampaikan ke dewan mengenai tahapan restrukturisasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, restrukturisasi dilakukan untuk menyelamatkan PDJT, yang akan mencakup manajemen organisasi, modal dan aset. Pihaknya juga akan menelaah aset mana saja yang bisa dimaksimalkan dan yang tidak. Atas dasar itu, ada rencana untuk menghapus potensi aset yang tak bernilai.
Kemudian, ada restrukturisasi portofolio bisnis yang nantinya PDJT takkan sebatas mengelola Trans Pakuan saja, melainkan juga bengkel, advertising, wisata, SPBU, parkir dan lain-lain. “Tidak selamanya dalam menjalankan PDJT harus memakai PMP. Tapi bisa dengan cara memanfaatkan aset yang ada,” ucapnya.
Misalnya, sambung Agus, bila PDJT membangun bengkel bisa menggandeng pihak ketiga dengan cara sharing profit. “Tetapi kalau semua keuntungan mau diambil, otomatis mesti ada gelontoran dana dari pemerintah. Selain itu ada juga potensi memanfaatkan bantuan dari kementerian serta kerjasama,” tandas pria yang juga Sekdishub itu.